Tampilkan postingan dengan label cerita inspiratif. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label cerita inspiratif. Tampilkan semua postingan

Selasa, 03 Oktober 2017

Cerita Semangat Seorang Kakek Membangun Terowongan


Saat matahari baru berniat muncul ke permukaan dan menampakkan sinarnya. Seorang kakek yang sudah renta berjalan sambil memikul cangkul dan linggis. Jalannya sudah tak setegap dulu, saat ia masih menjadi pejuang di jaman kemerdekaan. Kini ia berjalan agak membungkuk dengan langkah yang tertatih. Namun semangatnya masih sama seperti dulu, tak ada yang berubah.

Sudah sejak lama Desa Tebing tinggi seolah terisolasi dari kota dan desa-desa lainnya. Sebagian wilayah desa itu berbatasan dengan lautan. Dan sebagian lagi memang berbatasan dengan desa lain. Namun perbatasan itu dihalangi oleh tebing tinggi yang amat tinggi dan membentang. Jika warga desa ingin pergi ke desa lain untuk menjual hasil pertaniannya, atau bertemu dengan sanak saudara di desa lain, maka mereka harus melewati laut terlebih dahulu ke arah yang berlawanan. Kemudian memutar begitu jauh sekali.

Kakek Sumardi, kakek yang tua renta itu setiap pagi selalu berjalan menuju tebing tinggi itu. Ia berusaha membuat terowongan agar ada jalan menembus ke desa Sukamakmur yang berada di balik tebing itu. Karena dari desa Sukamakmur bisa diteruskan perjalanan menuju kota. Dengan cangkul dan linggisnya ia berusaha melubangi dinding tebing yang amat keras itu. Ia tak menyerah walau tetes demi tetes keringat mengucur dari dahinya, walau hanya bersusah payah seorang diri, walau warga desa lain selalu menganggapnya gila. Yang ia pikirkan adalah membuat jalan menuju kota. Karena anaknya pergi ke kota tuk mengadu nasib. Ia pergi naik perahu dan memutar ke kota. Sementara kakek itu, tak punya biaya untuk menyewa perahu, untuk menyusul anaknya ke kota.

“Sudahlah kek Sumardi, kita nggak mungkin melubangi dinding batu itu, itu sangat tebal sekali. Apalagi kau sudah renta. Istirahat saja dirumah,” ucap Rahmat, warga desa yang melihat kakek itu sedang berusaha membuat terowongan.

Kakek itu hanya terdiam. Tak menggubris perkataan pemuda 30 tahunan itu. Ia tetap fokus pada pekerjaannya.

“Kek, kakek sudah gila yah? Kakek cuma mimpi untuk buat terowongan di tebing ini, hahaha. . .,” pemuda itu mengolok-olok dan menertawakannya.

Kakek itu menghentikan pekerjaannya, ia menjatuhkan linggisnya.

“Diam kau anak muda, saya takkan pernah berhenti. Saya tak peduli semua warga kampung bilang saya gila sekalipun,” bentak kakek itu yang agak terpancing emosi.

Sang pemuda tadi hanya melenggang sembari tersenyum tipis seolah meremehkan si kakek. Namun semua penghinaan, dan seluruh warga yang meremehkannya semakin membakar semangatnya untuk membuat terowongan menembus tebing.
***

“Kek, mama mana ya kek, kok belum pulang-pulang?” tanya Adit, cucu sang kakek yang masih kecil.

“Adit, mama Adit sedang kerja buat Adit. Sebentar lagi mamah Adit pulang,” jawan Si Kakek.

Aditlah salah satu yang membuat si Kakek begitu menggebu untuk membuat terowongan itu. Selain ia juga ingin desa ini tidak terisolasi. Ia ingin seluruh warga desa punya akses ke luar tanpa harus memutar melalui laut. Walaupun saat ini tak ada warga desa yang mau membantunya. Menurut mereka hal itu mustahil, si kakek sudah coba berkali-kali membujuk warga desa untuk bergotong royong membuat terowongan itu. Namun tak ada yang percaya dan mau mengikutinya.
***

Hari berganti hari, minggu berganti minggu dan bulan berganti bulan. Si kakek terus konsisten untuk berusaha membuat terowongan itu dari pagi hingga petang. Ia tetap tak peduli omongan warga. Ia juga tak peduli betapa letihnya harus memaksa otot-ototnya yang telah melemah terus bekerja. Lubang di tebing itu kini sudah mencapai sekitar 3 meter.
Seorang pemuda yang berumur 20-an tahun menghampirinya dan bertanya padanya. Rudi namanya.

“Kek, mengapa kakek begitu rajin untuk membuat terowongan. Padahal kakek kan sudah tua? tanya si pemuda dengan sopan.

“Anak muda, kakek ingin membuat jalan. Karena anak kakek saat ini ada di kota. Selain itu, kakek juga ingin warga desa ini punya akses jalan ke luar dari desa ini. Tidak harus memutar ke laut untuk ke desa lain atau ke kota,” jawab si kakek.

“Tapi kan mungkin akan butuh waktu bertahun-tahun kek, mungkin takkan selesai untuk melubangi tebing yang besar dan keras ini?” tanya Rudi, si pemuda.

“Ya, bahkan mungkin usia kakek tak cukup untuk menyelesaikan terowongan ini seorang diri. Tapi kakek mengerjakan ini bukan semata untuk kakek. Jika pun ini tak selesai, maka cucu kakek yang akan meneruskannya, jika masih belum selesai, maka keturunan berikutnya yang akan menyelesaikannya. Kita hidup untuk terus berusaha, bukan menyerah hanya karena kesulitan. Bahkan air yang menetes di batu pun lama kelamaan bisa membuat batu menjadi berlubang,” bijak si kakek.

Sambil berjalan meninggalkan si kakek, si pemuda itu merenungi perkataan si kakek. Ia berpikir kalau ada benarnya juga apa yang dikatakannya. Sementara si kakek itu meneruskan lagi pekerjaannya.

Beberapa waktu kemudian, Adit, cucu sang kakek hendak menyusul si kakek untuk membantunya. Anak sekecil itu begitu merasa iba ketika melihat sang kakek selalu pulang keletihan setiap harinya.

“Kek, kakek capek, biar Adit bantu ya kek,” ucap Adit yang menghampiri kakeknya.

“Adit, pulanglah nak, biar kakek yang mengerjakan ini. Adit tunggu saja di rumah!”

“Adit nggak mau pulang, Adit mau bantu kakekkkkkk. . . .!!!” teriak Adit.

Sang kakek merasa terharu dengan ucapan anak sekecil itu.

“Ya sudah, Adit boleh temenin kakek. Tapi Adit bantu saja dengan doa ya!” ujar Si kakek.

“Iya kek.”

Anak kecil itu menengadahkan tangannya sambil berdoa. Ia berharap terowongan itu segera selesai. Ia juga berdoa semoga seluruh warga kampung membantu kakeknya.

Sementara itu Si kakek terus mengayun linggisnya menerjang batu-batu tebing. Keringat membasahi dahinya yang telah keriput. Ia terlihat keletihan, namun ia paksakan tenaganya tuk terus bekerja. Sampai suatu ketika, saat mengayun linggisnya, ia terjatuh tak sadarkan diri.

“Kakek. . . .kakek.., bangun kek. . . . .!!!” teriak Adit berusaha membangunkan kakeknya.

“Tolong. . . . .tolong. . .tolongggg. . . .!!!!” Adit meminta pertolongan warga kampung.

 “Ada apa dek?!!” tanya Rudi, pemuda yang baru datang mendengar teriakan itu.

“Kakek. . .kakekk. . .,” desis Adit sembari menangis.

“Ya sudah, kita bawa ke puskesmas saja.” Rudi segera membawa kakek itu.
***

Seluruh warga berkumpul mengitari si kakek yang perlahan dibenamkan ke liang lahat. Kakek itu ternyata telah menghembuskan nafas yang terakhir. Yang paling bersedih adalah cucunya, Adit. Ia menangis tersedu-sedu walau telah berusaha ditenangkan oleh Rudi dan warga lainnya.

Anak itu kini sebatang kara. Kakeknya telah tiada, semantara ibunya masih di kota dan entah kapan kembali.

“Adit tingal sama kaka aja ya?” tanya Rudi.

“Tidak mau, mau sama kakek. Mau sama kakekkkk. . . ..!!!” ucap Adit yang masih menangis di samping makam kakeknya.

“Adit, kalau Adit sedih, nanti kakeknya Adit juga ikut sedih. Sekarang Adit tinggal sama kakak saja ya, sampai ibunya Adit kembali.”

Setelah dibujuk berulang kali, akhirnya anak itu mau tinggal bersama Rudi dan orang tuanya Rudi. Namun anak itu sepanjang hari hanya terdiam sembari menangisi kakeknya. Ia masih murung di sudut ruangan. Keesokan harinya, di pagi hari ia keluar seorang diri.

“Adit, Adit mau ke mana sendirian?” tanya Rudi.

“Adit mau meneruskan perjuangan kakekkkk. . . . .!!” teriak anak itu.

Anak kecil itu menghampiri tebing tinggi tempat kakeknya membuat terowongan. Lubang di tebing itu sudah terlihat. Namun masih sangat jauh untuk menembus tebing itu. Anak itu mengambil linggis yang masih ada disana walaupun untuk mengangkatnya saja ia sudah keberatan.

Rudi berusaha mencegah anak itu. Namun keinginan anak itu begitu kuat.

“Sudahalah Adit, Adit terlalu kecil untuk melakukan pekerjaan itu,” ucap Rudi.

“Tidakkk.. . . .aku ingin meneruskan perjuangan kakekk. . . . .” Adit terus bersikukuh.

Rudi pun terdiam sejenak. Ia teringat ucapan kakeknya Adit saat itu.

“Ya, bahkan mungkin usia kakek tak cukup untuk menyelesaikan terowongan ini seorang diri. Tapi kakek mengerjakan ini bukan semata untuk kakek. Jika pun ini tak selesai, maka cucu kakek yang akan meneruskannya, jika masih belum selesai, maka keturunan berikutnya yang akan menyelesaikannya. Kita hidup untuk terus berusaha, bukan menyerah hanya karena kesulitan. Bahkan air yang menetes di batu pun lama kelamaan bisa membuat batu menjadi berlubang,”  

Rudi pun merasa terhenyak ketika mengingat kembali ucapan itu. Tubuhnya bergetar. Kemudian ia memegang linggis yang sedang dipegang Adit kala itu.

“Biar kakak bantu ya Dit.”

Mereka pun berusaha memecahkan batu dinding tebing itu. Mereka meneruskan perjuangan kakek Sumardi. Dari pagi hingga petang. Begitupun keesokan harinya. Namun ketika siang itu. Mereka dikejutkan oleh para warga yang membawa peralatan tajam yang telah berdiri di belakang mereka. Rudi pun berdiri.

“Ada apa ini?” tanya Rudi kepada warga desa.

“Kami akan membantu meneruskan perjuangan kakek Sumardi,” ucap Rahmat, warga desa yang sempat meremekan kakek itu.

Rudi dan Adit merasa terharu sekali. Mereka senang sekali seluruh warga desa bisa ikut membantu. Dan kini di hari-hari berikutnya seluruh warga desa secara bergantian berusaha membuat terowongan menembus tebing itu. Dari mulai pelajar yang pulang sekolah, petani usai bekerja di sawah, dan lain sebagainya. Meskipun perjuangan mereka hanya dengan alat seadanya. Walaupun mungkin membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk membuat terowongan itu. Tapi mereka merasa berhutang budi pada Kakek Sumardi. Orang yang tua renta namun masih punya semangat yang tinggi untuk desanya. Sementara saat itu warga desa lain hanya meremehkannya.
***

Tahun demi tahun berlalu. Adit si anak kecil itu kini telah remaja. Ia dan para warga desa terus konsisten membangun terowongan. Lubang di tebing itu telah cukup dalam dan sepertinya tinggal sedikit lagi. Namun ada beberapa warga desa yang sudah mulai lelah dan hampir menyerah.

“Sepertinya takkan mungkin membuat terowongan ini. Kita sudah lubangi tebing ini begitu dalam. Tapi tak tembus juga.”

“Ia, apa lebih baik kita berhenti saja. Nampaknya ini percuma. Lebih baik kita kerjakan pekerjaan kita saja,” ucap warga desa yang mulai menyerah.

“Tidak, kita tidak boleh menyerah, sedikit lagi, ya mungkin tinggal sedikit lagi.” Adit menyemangati warga lainnya.

Tak lama kemudian Secercah cahaya muncul dari dinding tebing itu. Adit segera mendorongnya dengan linggis. Dan ternyata memang benar. Lubang yang mereka buat bertahun-tahun telah menemukan hasil.

Seluruh warga bersuka cita. Namun tiba-tiba Adit terkejut ketika ia berhasil membongkar bongkahan terakhir. Di sana ternyata berdiri seorang wanita.

“Adit, ka. . .kamu Adit kan. Sekarang kau sudah besar nak,” ucap wanita 40 tahunan itu.

“I. . . ibu, mengapa ibu bisa berdiri disitu?”

“Ibu ingin kembali beberapa hari yang lalu nak. Namun ibu tak punya cukup uang untuk memutar ke pantai dan menyewa perahu. Gaji ibu sebagai pembantu di kota belum dibayarkan beberapa bulan. Ibu menunggu disini sejak kemarin. Dan ini keajaiban ibu bisa bertemu denganmu disini. Ibu sangat terkejut sekali.”

“Sudahlah bu, jangan pergi-pergi lagi,” ucap Adit seraya memeluk ibunya yang telah bertahun-tahun tak bertemu.

Seluruh warga desa pun terharu sekali. Pengorbanan mereka bekerja keras, bergotong royong telah membuahkan hasil. Bukan hanya Adit yang kini bisa bertemu dengan ibunya, tapi seluruh warga desa lainnya memetik manfaat atas terowongan itu. Kini mereka bisa mempunyai jalur ke desa lain dan bisa menju kota tanpa harus ke laut terlebih dahulu naik perahu melewati jalan memutar yang sangat jauh sekali.


Semangat dan Pengorbanan Kakek Sumardi telah menumbuhkan semangat gotong royong seluruh warga desa. Semangat gotong royong yang sudah menjadi kearifan budaya bangsa kita. Dan kini mereka bisa memetik hasilnya. 
Read More

Minggu, 09 Agustus 2015

Inspirasi dari pengamen (If you give more, you will get more)

 *gambar hanya ilustrasi

Kadang, kalo ada pengamen kebanyakan orang males buat ngasih duit. Atau kalau ngasih pun hanya kepingan recehan. Dan biasanya setiap dikasih duit, pengamen langsung pergi walau mungkin baru nyanyi satu dua bait lagu. Itu pun kebanyakan nyanyinya asal-asalan dengan kualitas vokal pas-pasan.Dengan kata lain, sebenarnya mereka sendiri merasa kalau mereka mencari uang dengan cara mengganggu orang lain.

Tapi waktu naik bus pernah suatu ketika ada pengamen masuk dan mulai menyapa penumpang di bus. Ia pun mulai bernyanyi dengan diiringi gitar yang dibawanya. Pengemen ini beda, suaranya cukup bagus dan membuat para penumpang terlihat menikmati suasana di dalam bus diiringi lantunan lagu dari si pengamen. Seolah para penumpang sedang menikmati suasana di kafe dengan kaca-kaca jendela yang mengarah ke pemandangan indah. Seolah berbagai aroma yang menyeruak di dalam bus ibarat aroma terapi yang menyejukkan.

Selesai satu lagu, pengamen itu tidak langsung meminta uang ke penumpang. Tapi ia menyanyikan lagu berikutnya untuk disuguhkan kepada para penumpang. Total sekitar 3 lagu dibawakannya.
Setelah selesai mengamen, barulah ia berjalan menghampiri penumpang satu per satu dan menyodorkan topinya untuk meminta pada siapa saja yang ikhas memberikan rejekinya. Dan ternyata sepertinya kali itu tak seperti biasanya yang ketika ada pengamen hanya sedikit orang yang memberikan uang, kali ini banyak penumpang yang memberikan uang pada pengamen itu. Dan sepertinya banyak juga yang memberikan bukan cuma sekedar recehan, tapi uang kertas.

Lalu pengamen itu pun berpamitan pada seluruh penumpang di bus seraya melantunkan doa pada para penumpang supaya diberikan keselamatan sampai tujuan masing-masing.

Pertanyaannya mengapa pengamen ini mendapat hasil yang jauh lebih banyak dibanding pengamen lain?

Yes, karena pengamen ini memberikan suatu yang lebih dibandingkan kompetitornya (pengamen lain). Baik secara kualitas dan juga kuantitas. Secara kualitas dia menyanyi tidak asal-asalan, tapi memberikan yang terbaik untuk para penumpang yang mendengarkannya. Dan secara kuantitas, dia tidak hanya menyanyi satu atau dua bait, bahkan tiga lagu sebelum menerima bayaran dari para penumpang.

Setelah mendapatkan bayaran dari para penumpang, pengamen itu pun tetap memberikan salam dan doa untuk para penumpang. Artinya pengamen ini juga memberikan pelayanan after sales yang baik.
Pemirsa... p-e pe...m-i mi.. pemirsa...!!!

Ketika kita memberikan sesuatu yang lebih baik secara kualitas maupun kuantitas, maka customer pun akan memilih kita dibanding competitor. Bahkan mereka mungkin tidak masalah mengeluarkan uang yang lebih banyak ketika merasa mendapatkan kualitas dan kuantitas yang lebih dari barang atau jasa yang kita jual.

If you give more, you will get more


Setuju atau sepakat?

Ada pengalaman lain tentang hal ini?
Read More

Rabu, 24 Desember 2014

Kisah Selamat dari kematian di Himalaya Karena Menolong Orang

Suatu ketika, di gunung Himalaya ada dua orang yang berasal dari India berjalan di gunung itu, di antara tumpukan salju yang sudah tebal. Hari itu terjadi badai salju. Angin yang berhembus kencang membawa butiran-butiran salju, membuat suhu di sana begitu dingin sampai ke tulang.Dua orang itu berjalan tergopoh-gopoh sambil menahan rasa dingin yang bisa membunuh mereka.

Suatu saat, di tengah perjalanan mereka, mereka melihat ada seorang yang tergeletak di salju. Ternyata orang itu masih hidup. Salah satu dari mereka menyarankan untuk terus melanjutkan perjalanan, dan tak usah mempedulikan orang yang tergeletak itu, tapi salah satu lagi merasa ingin menolongnya.

"Sudahlah, kita saja sudah hampir mati berjelan tergopoh-gopoh seperti ini, apalagi jika ditambah menolong orang itu," ucap orang India yang pertama.
"Tapi aku merasa kalau kita harus menolong orang ini. Dia masih hidup," kata orang India yang kedua.
"Ya sudah, kau saja yang menolong orang itu, aku tidak akan ikut-ikutan. Aku akan melanjutkan perjalanan, kalau kelamaan disini kita bisa mati," jawab orang India yang pertama.

Akhirnya orang India yang pertama berjalan lebih dulu untuk melanjutkan perjalanan. Sedangkan orang India yang kedua berusaha menggendong tubuh orang yang tergeletak tadi kemudian melanjutkan perjalanan.

Badai salju masih menghembuskan angin yang semakin dingin. Orang India yang pertama sudah berjalan di depan dan tak terlihat lagi. Sementara orang India yang kedua berjalan semakin tergopoh-gopoh karena mengangkat tubuh orang yang tergeletak tadi. Tapi kini orang India yang kedua merasa dingin yang ia rasakan sedikit berkurang karena mengangkat tubuh orang yang tadi tergeletak. Panas tubuh orang itu membuat orang India yang kedua tidak terlalu merasa kedinginan seperti sebelumnya.

Di tengah perjalanan, orang India yang kedua, yang berjalan sambil mengangkat tubuh seseorang itu, kemudian melihat salah seorang lagi yang tergeletak di salju. Dan begitu kagetnya ia, ternyata orang itu adalah sahabatnya yang sebelumnya berjalan bersamanya. Dialah orang India yang pertama tadi, yang memutuskan untuk melanjutkan perjalanan lebih dulu. Dan ternyata sahabatnya itu telah tergeletak tak bernyawa karena mati kedinginan.

Nah, ternyata orang India yang kedua, yang menolong seseorang yang tergeletak tadi bisa selamat karena menolong orang lain. Tubuh orang yang dibawanya membuatnya tak terlalu merasa kedinginan, sehingga ia masih bisa bertahan hidup.

Kisah ini merupakan kisah nyata. Jadi ternyata ketika seseorang menolong orang lain, maka mungkin sadar atau tanpa disadari, seseorang itu juga akan ditolong ketika dalam kesulitan.
Read More

Sabtu, 29 Maret 2014

Kisah Anak Lemah yang berjuang menjadi Tangguh

Ini adalah sebuah kisah mengenai seorang anak. Seorang anak yang dianggap begitu lemah, sering dijahili oleh beberapa temannya, terutama Badrun, Jamal dan Tohir. Tapi saat ia dijahili, ada Lica, teman sekolah yang selalu membelanya. Selain itu ibunya pun selalu percaya bahwa anaknya kelak akan menjadi anak yang tangguh. Maka dari itu ia menamainya Tangguh Perkasa.

Akibat kejahilan ketiga temannya yaitu Badrun, Jamal, dan Tohir, Tangguh harus difitnah dan dikeluarkan dari sekolah. Ia pun merasa prustrasi dan pergi berdiri di atas batu karang di sisi laut tuk menenangkan diri. Namun tiba-tiba ia tak sadarkan diri dan terjatuh dari atas batu karang ke lautan luas. Ombak membawanya terdampar ke suatu pulau yang asing dan di pulau asing itu ia menemui pengalaman–pengalaman baru dalam hidupnya. Di sanalah ia bertemu dengan gurunya. Guru yang mengajarinya dan melatihnya untuk menjadi anak yang tangguh. Ia berlatih keras tuk menjadi seorang yang lebih tangguh secara fisik dan mental.

Sementara mendengar anaknya hilang, ayahnya berusaha keras mencari Tangguh hingga mengarungi samudra luas. Sementara ibunya pun selalu berharap Tangguh segera kembali.

Badrun, Jamal, dan Tohir yang dahulu merupakan anak yang jahil rupanya setelah dewasa mereka menjadi orang–orang jahat yang haus akan harta. Mereka tak peduli walau harus menghancurkan desa tempat mereka belajar di sekolah demi keuntungan yang mereka inginkan. Mereka juga tak peduli dengan warga desa yang tinggal di desa itu.

Setelah belajar dari gurunya di pulau asing tempat ia terdampar selama sepuluh tahun, kemudian Tangguh  kembali ke desanya. Dan betapa kagetnya ia ketika melihat kondisi desanya hancur tergusur oleh pembangunan proyek pertambangan yang dibangun oleh Badrun, Jamal, dan Tohir. Ia juga tak menemukan ayah dan ibunya di kampunya itu. Ayahnya yang semenjak mencarinya belum kembali, sementara ibunya yang selalu menentang pembangunan proyek pertambangan di kampungnya telah dihalau dari kampung itu. Bersama gurunya, dan kedua sahabat lamanya, Tangguh berjuang tuk mengembalikan desanya seperti sedia kala. Mereka sempat menggelandang di Jakarta, sempat pula mereka merasakan dinginnya ruang di balik jeruji besi. Di sisi lain, di tengah perjuangan itu ia terkejut karena Lica yang dulu selalu membelanya ketika ia dijahili, justru saat ini bersama Badrun. Namun ternyata Lica terpaksa menikah dengan Badrun karena suatu alasan.

Dan akhirnya setelah melalui perjuangan yang berliku, Tangguh beserta gurunya dan kedua sahabatnya   berhasil menyelamatkan desanya dari kehancuran. Tak lama Lica pun bebas dari cengkraman Badrun dan akhirnya Tangguh hidup bersama Lica di desa mereka yang telah mereka perjuangkan. Rumah-rumah warga desa dan sekolahnya dibangun kembali. Ia pun bertemu dengan ibunya, mencairkan kerinduan yang telah lama membeku.

Kemudian ia pun bertemu dengan ayahnya. Namun pertemuan terakhir dengan ayahnya membuatnya merasa lemah, benar-benar merasa lemah di hadapan Tuhan.

Dalam buku ini ada banyak untaian kata yang bermakna dan penuh inspirasi. Ada pula kejadian– kejadian lucu yang membuat kita tertawa geli, emosi yang meletup, serta semangat juang.  Dan dari buku setebal 400 halaman ini pula kita belajar mengenai sebuah cerita, cerita yang penuh inspirasi dan banyak hal yang dapat dipetik dari cerita ini.



Download Ebook Novel ini versi trial / GRATISNYA di http://bit.ly/1hUepVD

Dapatkan buku ini di http://bit.ly/1fTrxYj

Atau Anda juga bisa dapatkan versi ebooknya di http://bit.ly/1eDPuGM

Ingin tau lebih banyak, Like juga Fanpage https://www.facebook.com/NovelTangguhPerkasa
Read More

Senin, 10 Februari 2014

Kisah Seorang Kakek Menanam Kurma

Dikisahkan ada seorang kakek yang tua renta sedang menanam kurma. Kemudian pemuda yang melintas melihat kakek tua itu. Si pemuda pun bertanya padanya,

"Kek, kenapa kakek rajin sekali menanam kurma, padahal kakek kan sudah amat tua. Maaf kek, tapi mungkin ketika tanaman itu berbuah bisa jadi kakek telah tiada?" tanya si pemuda.

Si kakek tersenyum sesaat kemudian ia menjawab,

"Betul nak, aku memang sudah tua. Tapi walaupun kakek tak bisa menikmati apa yang kakek tanam. Bisa jadi ini bermanfaat untuk generasi berikutnya. Bukankah kita juga banyak menikmati hasil dari orang-orang sebelum kita," jawab si kakek.

Si pemuda itu pun terenyuh mendengar jawaban si kakek. Kemudian ia pun membantu si kakek mananam biji kurma itu.

Ada satu pelajaran yang menarik disini. Bagaimana seorang kakek yang sudah tua saja masih semangat menanam kebaikan. Si kakek percaya bahwa kebaikan yang ia tanam pasti membuahkan hasil dan pahala untuknya. Dan dalam hadispun berbunyi,

إِنْ قَامَتْ السَّاعَةُ وَبِيَدِ‏‎ ‎أَحَدِكُمْ فَسِيلَةٌ فَإِنْ‏‎ ‎اسْتَطَاعَ أَنْ لَا يَقُومَ حَتَّى‎ ‎يَغْرِسَهَا فَلْيَفْعَلْ

“Jika hari kiamat telah tegak, sedang di tangan seorang di antara kalian terdapat bibit pohon korma; jika ia mampu untuk tidak berdiri sampai ia menanamnya, maka lakukanlah.” [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (3/183, 184, dan 191), Ath-Thoyalisiy dalam Al-Musnad (2068), dan Al-Bukhoriy dalam Al-Adab Al-Mufrod (479). Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (no. 9)]

Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا‎ ‎إِلَّا كَانَ مَا أُكِلَ مِنْهُ‏‎ ‎لَهُ صَدَقَةً وَمَا سُرِقَ مِنْهُ‏‎ ‎لَهُ صَدَقَةٌ وَمَا أَكَلَ‏‎ ‎السَّبُعُ مِنْهُ فَهُوَ لَهُ‏‎ ‎صَدَقَةٌ وَمَا أَكَلَتْ الطَّيْرُ‏‎ ‎فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ وَلَا‎ ‎يَرْزَؤُهُ أَحَدٌ إِلَّا كَانَ‏‎ ‎لَهُ صَدَقَةٌ

“Tak ada seorang muslim yang menanam pohon, kecuali sesuatu yang dimakan dari tanaman itu akan menjadi sedekah baginya, dan yang dicuri akan menjadi sedekah. Apa saja yang dimakan oleh binatang buas darinya, maka sesuatu (yang dimakan) itu akan menjadi sedekah baginya. Apapun yang dimakan oleh burung darinya, maka hal itu akan menjadi sedekah baginya. Tak ada seorangpun yang mengurangi, kecuali itu akan menjadi sedekah baginya.” [HR. Muslim dalam Al-Musaqoh (3945)]


Read More

Minggu, 02 Februari 2014

Cerita Inspirasi, Guci dan Tanah Liat


Di sebuah galeri dipajang guci-guci yang indah. Di sebuah sudut tenryata ada juga tahan liat di dekat sebuah guci. Tanah liat itu bersembunyi seolah minder. Ia melihat guci-guci yang lain begitu indah dengan warna-warni dan bentuk yang menawan.

Si tanah liat kemudian bertanya pada guci yang ada di depannya,

"Hai Guci, kenapa tubuhmu bisa begitu indah?"

Si guci tersenyum dengan pertanyaan itu, kemudian ia menceritakan prosesnya hingga ia bisa menjadi indah.

"Kamu tau tanah liat, dulu aku juga sama sepertimu. Kemudian aku ditaruh di meja putar, dipukul-pukul, diputar-putar, dibentuk dan begitu seterusnya,"

Si tanah liat tak menyangka kalau si guci dulunya sama seperti dirinya. Si guci pun melanjutkan ceritanya lagi.

"Setelah jadi bentuk seperti ini kemudian aku dibakar sengan suhu yang sangat tinggi, kemudian aku diwarnai, kemudian diberi lapisan lagi dan setelah itu dibakar lagi. Rasanya begitu panas sekali. Aku begitu tersiksa," ucap si guci.

Si tanah liat menjadi bergidik. Ternyata untuk menjadi guci yang indah harus mengalami hal semcam itu, dipukul-pukul, diputar-putar, dibakar. Si tanah liat tak menyangka.

***

Dalam hidup ini, kadang ketika kita lihat orang sukses kemudian kita kagum dan ingin tau bagaimana caranya. Tapi ternyata mereka semnua telah melewati masa-sulit hingga menjadi seperti sekarang. Sama seperti guci itu.
Read More

Rabu, 22 Januari 2014

Kisah seorang bos mencari pengganti


Suatu ketika di sebuah kantor, sorang pimpinan mencari pengganti untuk posisinya saat ini. Ia bingung memilih yang mana di antara anak buahnya. Tapi ia punya prinsip kalau pemimpin itu harus memiliki kejujuran. Ia pun ingin memilih siapa yang paling jujur diantara anak buahnya.

Kemudian si bos mengumpulkan beberapa anak buahnya di ruang rapat. Saat itu ia membagikan bibit tanaman pada semua anak buahnya. Ia menginginkan anak buahnya menanam bibit itu pada sebuah pot dan merawatnya hingga menjadi tanaman. Dan si bos menetapkan suatu hari saat seluruh anak buahnya membawa pot tanaman yang telah tumbuh itu. Ia menyampaikan bahwa pada hari itu ia akan memilih siapa yang pantas jadi penggantinya.

Para anak buahnya mencoba menerka maksud si bos. Mungkin si bos ingin melihat siapa yang paling bisa merawat tanaman itu, pikir karyawan itu.

Hari demi hari berlalu. Seorang karyawan sebut saja namanya Asep mulai cemas. Karena bibit yang ia tanam di pot sama sekali belum terlihat tumbuh. Hari demi hari pun berlalu hingga waktu yang ditetapkan tiba bibit yang di tanam Asep belum juga tumbuh. Ia pun pasrah dan pada hari itu ia membawa pot yang berisi tanah tanpa tanaman sama sekali.

Begitu tiba di kantor, Asep semakin minder. Ia melihat teman-teman yang lainnya membawa tanaman yang telah tumbuh di sebuah pot. Hanya ia sendiri yang membawa pot yang berisi tanah semata.

Si bos pun tiba dan mengumpulkan anak buahnya dengan membawa pot masing-masing. Ia pun melihat satu per satu. Namun ketika melihat pot milik Asep, ia hanya tersenyum. Asep pun menunduk malu.

Kemudian si bos mengumumkan siapa yang pantas menggantikan dirinya. Dan terkejutlah seisi ruangan itu karena si bos menyebutkan nama Asep yang paling pantas menggantikan dirinya. Asep pun kaget, sementara yang lain bertanya-tanya mengapa Asep yang tak bisa merawat tanaman bisa menggantikan bos.

SI bos pun menjawab, "Saya sedang mencari orang yang paling jujur di antara kalian. Sebenranya saya memberi bibit yang mati pada kalian semua. Saya ingin melihat siapa yang paling jujur untuk tetap menanam bibit itu dan tak menggantinya dengan tanaman lain," ucap si bos.

Setelah itu, karyawan yang lainlah yang merasa malu karena ketahuan berbohong dengan mengganti bibit itu dengan yang lain karena tak kunjung tumbuh.

Demikianlah cerita seorang bos yang mencari penggantinya. Silakan simpulkan sendiri apa makna cerita di atas.


Read More

Selasa, 21 Januari 2014

Kisah seorang kakek memindahkan gunung


Suatu ketika di sebuah desa hiduplah sang kakek seorang diri. Ia tinggal di desa yang berbeda dengan keluarganya.

Sebenarnya jarak antara desanya dan desa sanak saudaranya tak begitu jauh. Namun karena ada gunung yang menghalangi, ia pun harus memutar amat jauh atau memanjat gunung tersebut. Desa tempat si kakek tinggal memang terhalang gunung untuk akses keluar dari desa tersebut. Seluruh warga desa tersebut pun harus memutar cukup jauh, atau memanjat gunung tersebut.

Suatu ketika muncullah ide dari si kakek untuk memindahkan gunung tersebut. Ia pun mengajak warga desa yang lain untuk memindahkan gunung tersebut. Namun apa yang orang lain katakan, justru si kakek dianggap gila karena ingin memindahkan gunung. Warga desa itu pun tentu tak ada yang mau diajak oleh si kakek.

Tapi si kakek tak putus asa. Akhirnya ia pun pergi ke gunung tersebut dengan membawa cangkul dan mulai menggali tanah di kaki gunung. Orang-orang menatapnya heran, "sedang apa kakek itu?" tanya warga. Si kakek pun menceritakan tujuannya. Namun setiap ada warga yang melihatnya, si kakek selalu dianggap aneh atau bahkan gila.

Ia tak peduli dengan omongan warga lain. Ia terus berusaha menggali tanah untuk memindahkan gunung tersebut yang menghalangi jalan dari desanya ke luar. Ia berjuang dari pagi hingga petang setiap hari tanpa menyerah.

Satu hari. . . dua hari. . .dan hari-hari berikutnya pun berlalu. Si kakek tetap masih konsisten untuk berusaha memindahkan gunung dengan cangkulnya itu. Di saat itulah ada seorang pemuda yang takjub melihat semangat si kakek yang setiap hari tak kenal menyerah walau dianggap gila oleh orang lain, walau gunung itu begitu besar dan kakek itu sudah tua. Sepertinya itu adalah hal yang sia-sia belaka.

Kemudian si pemuda bertanya pada si kakek, "Wahai kakek, kenapa engkau berusaha memindahkan gunung? Padahal kan gunung itu terlalu besar, apalagi kau sudah tua?" tanya pemuda itu.

Si kakek pun tersenyum kemudian menjawab, "Ya, aku memang sudah tua, dan gunung itu memang sangat besar. Tapi aku akan berusaha sampai mati sekalipun. Karena jika akses jalan ini bisa dibuka, semua warga desa secara turun temurun akan bisa memanfaatkan akses ini. Dan aku yakin jika ada generasi lainnya setelahku yang meneruskan pekerjaanku ini, kemudian diteruskan oleh generasi berikutnya, mungkin gunung ini bisa dipindahkan," jawab si kakek.

Si pemuda pun tercengang dan semakin kagum pada semangan si kakek. Akhirnya mulai hari itu si pemuda juga membantu si kakek untuk memindahkan gunung tersebut. Begitu seterusnya setiap hari. Dan si pemuda juga mengajak warga desa lainnya. Satu per satu warga desa pun mulai ikut mengerjakan hal itu tanpa kenal lelah.

============================================

Dari pelajaran di atas kita bisa belajar dari si kakek. Si kakek yang mungkin usianya tidak lama lagi untuk memindahkan gunung yang begitu besar. Tapi ia tetap semangat dan memberikan kontribusi. Jika kita tarik dalam kehidupan saat ini. Gunung yang begitu besar bisa kita ibaratkan sebagai masalah negara seperti hutang negara, korupsi, bencana alam, ekonomi yang tertinggal, teknologi, dan banyak hal lainnya yang menjadi masalah negara. Mungkin kita takkan bisa menyelesaikan semua masalah negara, ibarat memindahkan gunung tadi. Tapi jika kita bisa memindahkan batu demi batu masalah dan semua orang pun mengikuti, bukan tak mungkin negara ini akan menjadi negara yang maju suatu saat kelak.
Read More

Sabtu, 18 Januari 2014

Cerita inspirasi tentang Si Tukang Kayu


 Dikisahkan ada dua orang tukang kayu yang setiap harinya menebang pohon dan mengambil kayunya untuk dijual. Sebut saja mawar dan bunga, ehh,.. . .jangan. . .jangan, nggak mungkin tukang kayu perempuan. Jadi sebut saja marwan dan Budi.

Awalnya mereka berangkat bersama tuk menebang pohon. Tapi lama kelamaan mereka berpencar di tempat masing-masing. Si Marwan dengan rajinnya menebang kayu setiap hari tanpa henti. Sedangkan hasil yang lebih banyak didapatkan Budi. Si Marwan pun penasaran, bagaimana Budi bisa memotong kayu lebih banyak darinya padahal Si Marwan telah berusaha keras sepenuh hari.

Suatu ketika Si Marwan pun mendatangi Budi diam-diam. Namun yang dilihatnya, Si Budi sedang duduk. Ia pun semakin heran dan bertanya-tanya kenapa si Budi bisa memotong kayu lebih banyak padahal ia lebih banyak duduk dibandingkan bekerja. Sedangkan Marwan selalu bekerja memotong kayu tanpa henti.

Si Marwan pun akhirya memberanikan diri bertanya pada si Budi. "Bud, bagaimana kamu bisa memotong kayu lebih banyak, padahal aku lihat kamu banyak duduk-duduk.?"

Si Budi pun menjawab, "Ketika aku duduk, aku mengasah kapakku agar lebih tajam saat memotong kayu, hingga hasilnya lebih banyak kayu yang bisa aku potong."

Marwan pun baru mengerti, selama ini ia tak pernah mengasah kapaknya. Ia hanya terus bekerja keras memotong kayu tanpa peduli ketajaman kapaknya.

Kadang, dalam hidup kita pun seperti itu. Kita seringkali bekerja keras sepanjang hari. Tapi kita lupa bagaimana caranya kerja efektif. kita tak pernah mengasah otak kita untuk memikirkan bagaimana kerja yang lebih efektif. Sempatkanlah diri kita untuk banyak belajar selain hanya sekedar bekerja.

Itulah cerita inspirasi tentang si tukang kayu. Semoga bermanfaat dan ada makna yang bisa kita petik.


Read More

Kamis, 16 Januari 2014

Setiap individu punya kemampuan masing-masing

Di sebuah hutan diadakan olimpiade para binatang. Ada banyak cabang yang dipertandingkan. Pertandingan pertama adalah lomba lari. Siapa yang menang, yang menang adalah macan. Si macan berhasil mengalahkan hewan lainnya seperti monyet, rusa, ikan, kura-kura, elang, dll.

Kemudian pertandingan berikutnya adalah panjat pohon. Siapakah yang menang, ternyata yang menang monyet yang dengan cepat memanjat pohon.

Pada pertandingan renang ikan mendominasi dan merebut semua medali. Sedangkan di lomba terbang si burung yang menang dan tak terkalahkan.

Cerita di atas tentu saja hanya karangan. Tapi makna yang bisa kita petik dari cerita di atas adalah setiap hewan memiliki kemampuannya masing-masing. Tak ada yang bisa sombong karena masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan dalam suatu bidang.

Manusia pun memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Ada orang yang pandai bicara tapi kecerdasannya lebih pandai yang tidak pandai bicara. Ada yang jago soal matematika tapi kalah soal sosial, dan lain sebagainya. Di dunia ini kita hidup saling melengkapi. Yang terpenting bagi kita bukan menyombongkan diri dan merendahkan orang lain yang memiliki kekurangan dalam suatu bidang. Tapi memberikan kontribusi dalam bidang yang kita kuasai.

Karena setiap individu itu spesial antara yang satu dengan yang lain.

Read More

Minggu, 12 Januari 2014

Cara Membagi Waktu


Suatu ketika, seorang murid belum mengerjakan tugas dari gurunya. Si murid pun beralasan karena ia tak punya waktu untuk mengerjakannya. Tapi si guru bertanya, "Setiap orang punya waktu 24 jam sehari, lalu kenapa yang lain bisa sementara kau merasa tak punya waktu?"

Si murid hanya menunduk dan mengakui kalau ia tak pandai mengatur waktu. Ia pun bertanya pada gurunya, "guru, lalu bagaimana caranya mengatur waktu?"

"Coba kau ambilkan gelas, beberapa butir batu, krikil kecil, dan pasir," hanya itu jawab gurunya.

Kemudian si murid pun kembali dengan membawa apa yang diminta gurunya. Si murid masih bingung apa maksud gurunya itu. Kemudian si guru memerintahkan si murid untuk memasukkan pasir, kemudian krikil, lalu batu. Lalu si guru bertanya pada muridnya, "apa kau bisa?"

Si murid menjawab, "batunya tidak bisa masuk guru."

Lalu sang guru mengeluarkan pasir itu. Ia memasukkan batunya terlebih dahulu, kemudian krikil, lalu pasir. Dan semuanya dari ketiga benda itu bisa masuk ke gelas. Lalu si guru bertanya pada muridnya, "apa kau mengerti?"

Si murid hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Kemudian gurunya menjelaskan maksudnya, "Jika kita memasukkan batu terlebih dahulu kemudian krikil lalu pasir, kita bisa memasukkan semuanya. Tapi jika kita memasukkan pasirnya dulu kemudian krikil dan pasir maka tak akan bisa masuk. Jadi kita harus mendahulukan kepentingan yang lebih besar dulu untuk digunakan di waktu yang kita punya. Setelah hal penting itu dikerjakan, baru lakukan hal yang menjadi prioritas kedua, dan seterusnya."

Si murid mengangguk dan baru mengerti maksud gurunya.


Read More

Sabtu, 11 Januari 2014

Kisah Perjalanan Anak, Bapak, dan Keledainya


 Suatu ketika seorang bapak dan anakanya melakukan perjalanan menuju suatu tempat. Mereka tidak mempunyai kendaraan, mereka juga tidak punya kuda yang gagah berani, yang mereka punya hanyalah seekor keledai kecil. Perjalanan cukup jauh dan harus melewati beberapa desa.

Mereka melewati desa pertama. Karena mereka hanya memiliki keledai yang kecil, mereka berdua pun tetap berjalan kaki dan menuntun keledainya. Namun terdengar ucapan–ucapan tak enak dari warga desa di sepanjang perjalanan. “Tuh liat mereka  punya keledai tapi malah jalan kaki, kan percuma, buat apa punya keledai,” ucap beberapa warga desa setempat.

Ketika melintasi desa ke dua, menyikapi ucapan warga di desa pertama, akhirnya keledai itu dipakai sebagai kendaraan. Tapi karena keledai itu kecil. Si ayah mengalah untuk anaknya. Si anak menaiki keledai itu dan si ayah berjalan kaki menempuh perjalanan. Namun ternyata terdengar kembali ucapan dari warga desa di desa kedua. “Tuh. . liat anak gak sopan sama orang tuanya, dia enak–enakan naik keledai, tapi bapaknya di biarin jalan kaki.”

Mereka tetap melanjutkan perjalanan. Tibalah mereka di desa ketiga. Menyikapi ucapan warga di desa kedua, mereka pun bergantian. Si ayah yang naik keledai, sementara si anak berjalan kaki. Tapi rupanya terdengar kembali ucapan yang tidak mengenakan dari warga di desa ketiga, “Tuh. . liat bapak yang gak sayang sama anaknya, tega bener anaknya dibiarin jalan kaki, tapi dia sendiri enak  naik keledai.”

Mereka melanjutkan perjalanan dan telah sampai di desa keempat. Menyikapi ucapan warga di desa sebelumnya. Akhirnya mereka berdua pun sepakat untuk sama–sama menunggangi keledai itu. Namun tetap saja terdengar omongan warga di desa keempat yang tidak mengenakkan, “Tuh. . liat bapak sama anak sama aja, nggak kasian sama binatang, masa keledai sekecil itu dinaiki berdua.”

Kemudian mereka pun tiba di desa kelima. Mereka sudah muak mendengar ucapan yang tidak enak dari warga di desa yang dilewatinya. Apapun selalu dianggap salah. Akhirnya menyikapi ucapan warga di desa sebelumnya. Mereka berdua sepakat untuk sama sama berjalan kaki dan si keledai mereka gendong bersama–sama. Ternyata apa yang terjadi di desa itu, Warga desa justru berbondong bondong melihat mereka. Mereka pun kebingungan dengan apa yang terjadi. Lalu terdengar teriakan dari salah satu warga dan diikuti warga lainnya, “Orang gila . . . orang gila. . . orang gila. . . . Bapak sama anak sama–sama gilanya hahaha, masa keledai buat ditunggangi malah digendong, hahahahahhaha," seluruh warga desa pun menertawainya. Diantara seluruh desa yang mereka lewati di desa kelima lah ucapan warga yang paling menyakitkan. Di desa ke lima ini mereka dianggap orang gula karena menggendong keledai yang seharusnya di tumpangi.

Dari cerita di atas kita bisa memetik pelajaran. Kadang, apa yang orang bicarakan terhadap yang kita lakukan tidaklah penting sejauh yang kita lakukan didasari niat yang baik. Karena tidak mungkin membuat semua orang sependapat dengan kita.”


Read More

Jumat, 10 Januari 2014

Kisah Pemuda yang Ingin Menjadi

Dikisahkan ada seorang pemuda yang hidupnya selalu berkelana untuk mencari makna hidup yang sesungguhnya. Ia berjalan melewati gunung, lembah, sawah, dan melewati desa-desa. Ia adalah seorang pemuda yang sedang mencari jati diri.

Suatu saat pemuda itu melewati sebuah desa. Ia melihat suatu desa yang tanahnya subur. Hujan meyirami tanaman mereka hingga tanaman mereka tumbuh subur. Di desa itu airnya cukup melimpah ruah. Air itu mereka pakai untuk kehidupan sehari- ari seperti mandi, minum, dan menyirami tanaman mereka. Lalu si pemuda itu pun berpikir, "seandainya aku adalah air, mungkin aku bisa bermanfaat sekali bagi orang-orang desa."

Si pemuda itu kembali melanjutkan perjalanannya. Ia sampai di desa berikutnya. Ia begitu terkejut melihat keadaan desa itu. Desa itu sedang dilanda musibah banjir. Rumah-rumah tenggelam, harta  hanyut, dan berbagai penyakit menghampiri warga desa setempat. Melihat kejadian itu si pemuda itu pun berpikir, "Aku tak ingin jadi air, air telah  membuat warga desa ini menderita."
Si pemuda itu melanjutkan perjalannya lagi. Setelah melewati perjalanan yang cukup panjang melewati pegunungan dan lembah akhirnya ia sampai di desa berikutnya. Ia begitu kagum dengan desa yang ia singgahi kali ini. Sinar matahari memancar begitu cerahnya. Ada orang yang berjemur di hangatnya sinar matahari. Sinar matahari memancarkan keindahan desa tersebut. Bunga-bunga tumbuh bermekaran seiring pancaran sinar matahari. Si pemuda itu pun akhirnya berpikir, "Seandainya aku adalah mentari, aku akan memberikan sinarku untuk semua orang dan semua makhluk hidup. Yang pasti aku akan bermanfaat banyak bagi seluruh kehidupan.”

Kemudian Si pemuda itu melanjutkan perjalanannnya lagi. Ia pun sampai di suatu daerah yang tandus. tanahnya kering dan retak-retak, pohon-pohon pun mengering dan ada beberapa orang yang kehausan. Melihat keadaan itu, si pemuda itu tak ingin lagi menjadi seperti matahari. Kemudian si pemuda itu pun melanjutkan perjalanan panjangnya.

Setelah melalui perjalanan panjang, si pemuda itu pun tiba di padang rumput yang indah. Di sana ditumbuhi bunga-bunga yang indah. Angin bertiup sepoi-sepoi membuat suasana tempat itu menjadi lebih nyaman. Ia pun melihat burung-burung yang terbang menghempas angin. Angin pula yang menerbangkan pesawat yang melintas kala itu. Merasakan suasana seindah itu membuat pemuda itu berpikir, "Seandainya aku bisa menjadi angin, aku akan membuat suasana menjadi jauh lebih nyaman."

Tapi tak lama kemudian di tempat itu bertiup angin puting beliung yang sangat kencang. Angin itu memporak-porandakan pepohonan, rumah, dan semua yang ada. Ia pun hampir saja terhisap oleh angin puting beliung itu. Ganasnya angin yang bertiup kala itu membuat pemuda itu membenci angin.

Pemuda itu pun melanjutkan perjalanannya lagi. Ia berhenti sejenak di tepi pantai. Ia merenungi semua yang telah ia lalui dalam perjalanan panjangnya. Dulu ia sempat berpikir ingin menjadi seperti air, namun keinginannya berubah ketika banjir menerjang di sebuah desa. Ia pun sempat berpikir ingin menjadi matahari, namun keinginannya berubah ketika ia melihat lahan yang tandus dan kering karena panasnya sinar matahari. Ia pun sempat ingin menjadi seperti angin, namun ia menjadi membenci angin setelah angin kencang membuat apa yang dilaluinya porak–poranda.

Di titik itu ia merenungi masa hidupnya. Masa hidupnya yang  sebagian besar dilaluinya dengan berkelana. Dan saat merenung di tepi pantai ini si pemuda itu kini sudah tak lagi muda. Kulitnya sudah mulai keriput, Giginya mulai tanggal, dan rambutnya mulai memutih. Si pemuda itu ternyata sudah tua dan telah menghabiskan waktu mudanya untuk berkelana.

Di masa tuanya ia baru bisa menyimpulkan ingin menjadi apa. Air, Matahari, dan Angin memang memiliki banyak manfaat bagi kehidupan. Namun juga bisa merusak kehidupan. Hampir segala hal di dunia ini, dan setiap orang memiliki sisi positif dan juga sisi negatif  termasuk si pemuda yang tak lagi muda itu. Kini si pemuda yang tak lagi muda itu baru mengerti kalau ia tak perlu menjadi air untuk bermanfaat bagi kehidupan, tak perlu menjadi matahari yang selalu memberi tak harap kembali, dan tak perlu menjadi angin yang memberi sejuta kenyamanan. Yang perlu ia lakukan adalah menjadi dirinya sendiri. Ya, menjadi yang terbaik dari dirinya sendiri. Dan ia begitu menyesal mengapa saat melewati desa yang kebanjiran tidak menolong warga yang menjadi korban kebanjiran. Ia pun begitu menyesal mengapa saat melewati tempat yang kekeringan tak memberikan seteguk air pun kepada orang yang sedang kehausan. Dan ia begitu menyesal mengapa tak turut membangun tempat tinggal para korban yang kehilangan tempat tinggal karena rumahnya diterjang angin putting beliung kala itu.

Namun penyesalan yang paling mendalam baginya adalah mengapa ia baru mengerti apa yang ia inginkan dari dirinya ketika usianya sudah tua, dan ketika kakinya sudah tak kuat lagi tuk berjalan.

“Kita tak akan pernah dan tak akan bisa menjadi orang lain, atau menjadi siapapun. Tapi jadilah dirimu sendiri, jadilah yang terbaik dari dirimu.”


Read More

Cerita Inspirasi, Satu Koin


Di sebuah desa tinggalah 2 orang bersaudara. Sebut saja Si Untung dan Si Alan. Walaupun mereka bersaudara, namun mereka begitu berbeda. Si Alan mempunyai cita-cita yang sangat tinggi. Ia ingin sekali menjadi orang yang paling sukses di seluruh dunia. Sedangkan Si Untung mempunyai prinsip yang sederhana dalam hidupnya. Menurutnya, Ia harus melakukan sesuatu yang lebih baik di setiap detik dan di setiap nafas hidupnya.

Walaupun Si Alan mempunyai cita-cita yang sangat tinggi, namun dari segi prestasi justru Si Untung lebih baik darinya, baik prestasi akademis maupun non akademis. Si Untung banyak mengikuti lomba-lomba mulai dari yang berhubungan dengan seni, olahraga, maupun akademis. Walaupun seringkali gagal jadi juara, tapi juga ada prestasi yang didapatkannya. Sedangkan Si Alan jarang sekali mengikuti lomba-lomba. Ia merasa malu, ragu, dan takut apabila nantinya gagal, takut dicemooh orang, atau takut terluka. Ia lebih sering melamunkan masa depan dan cita-citanya. Ia begitu yakin bakal sukses suatu saat. Ia bakal berusaha suatu saat nanti untuk sukses. Namun entah kapan.

Suatu hari dikampungnya diadakan suatu perlombaan menyambut 17 agustus. Perlombaan itu adalah mencari koin-koin yang telah disembunyikan oleh panitia. Si Untung pun mengikuti perlombaan tersebut, Si Alan tidak mau mengikuti lomba tersebut, karena menurutnya lomba itu tidak penting dan buang–buang waktu saja. Ia lebih suka melamunkan kesuksesangnya di masa depan. Namun Si Untung berusaha membujuk saudaranya itu untuk mengikuti lomba tersebut. Akhirnya setelah dibujuk terus Si Alan mau juga ikut lomba itu. Ada 5 koin yang disembunyikan panitia dan para peserta harus menemukan koin-koin tersebut. Setiap peserta juga diberikan peta petunjuk disembunyikannya koin-koin tersebut. Medannnya cukup sulit apalagi sore kemarin desa mereka baru diguyur hujan dan membuat beberapa wilayah becyek, dan licyinn gak ada ojyek pula.

Bunyi terompet tanda dimulainya perlombaan terdengar. Perlombaan pun dimulai. Semua peserta bergegas mencari koin-koin tersebut, naik ke pohon, menggali tanah, menyingkirkan semak, nyebur ke kali, semuanya dilakukan. Jika dilihat dari peta, ada 4 koin yang disembunyikan di daerah yang sama, sementara 1 koin lagi letaknya sangat jauh di puncak gunung yang curam dan berbahaya.

Di saat peserta lain berusaha keras mencari koin-koin tersebut, Si Alan malah duduk-duduk santai. ”Alan kenapa kamu duduk-duduk saja, kalau begitu kamu tidak akan menang” kata si Untung. ”Males ah . . ., nanti kotor, terus kalo luka gimana. . .” kata si Alan sambil duduk-duduk santai dan bersandar pada sebuah pohon. Namun ketika sedang asyik bersantai, tanpa disengaja tangannya menyentuh sesuatu yang berbentuk pipih dan bulat serta keras. Si Alan pun kaget melihatnya. Ternyata yang ia pegang adalah koin yang disembunyikan panitia. Ia pun kegirangan karena menemukan 4 koin sekaligus. Di koin itu masing-masing bertuliskan kekayaan, kesuksesan, kebahagiaan dan harapan. Ia pun sudah sangat puas walau 1 koin lagi belum diketemukan. ”Aku serahkan saja langsung ke panitia, lagi pula 4 koin saja aku sudah menang, apalagi 1 koin lagi letaknya sangat jauh di puncak gunung yang tinggi”. Kata si Alan. Peserta lain pun sudah menyerah karena tak mungkin lagi mengumpulkan koin lebih banyak. Kecuali si Untung ”masih ada 1 koin lagi yang belum ditemukan, aku tak akan menyerah walau tak mungkin mengumpulkan koin lebih banyak dari saudaraku” kata si Untung.

Si Untung pun pergi mendaki gunung yang curam dan ia terus maju pantang menyerah untuk menemukan koin itu walau sering jatuh, terluka, keringat dan darah pun bercucuran. Di sisi lain sodaranya si Alan menyerahkan koin yang ia dapat ke panitia. Namun panitia belum mengumumkan pemenangnya sampai seluruh peserta berkumpul.

”Si untung itu kaya orang gila saja, sudah jelas tidak akan menang, tapi tetep nyari koin itu” kata peserta lainnya. Akhirnya si Untung pun datang dengan terpincang-pincang dan luka-luka di sekujur tubuhnya. Tapi ia berhasil menemukan koin itu. Di koin itu bertuliskan tulisan resiko. Si Untung pun menyerahkan koin itu ke panitia.

Akhirnya panitia mengumumkan siapa pemenangnya, ”Baiklah kami kami akan umumkan pemenangnya. Pemenang lomba mencari koin dan berhak mendapatkan hadiah 1 unit sepeda motor dimenangkan oleh . . . . . si Untung. . .  ..!!!. Seluruh peserta lain pun terkejut, terutama si Alan. ”Ini tidak adil. . .ini curang. . huuu dasar panitia licik. Saya sudah mengumpulkan 4 koin sedangkan si Untung hanya 1 koin, seharusnnya aku yang menang” ucap si Alan begitu marah.

Namun panitia tidak menggubrisnya. Panitia pun menyerahkan 5 koin yang diperebutkan (koin harapan, kekayaan, kebahagiaan, kesuksesan, dan koin resiko) kepada si Untung. Selain itu panitia pun menyerahkan 1 unit sepeda motor kepada si Untung. Si untung pun terkejut. ”Mengapa aku bisa menang, padahal aku hanya mengumpulkan 1 koin” kata si Untung. ”Ini sudah keputusan panitia” kata panitia.

Si Untung pun pergi ke tepi sungai dan berpikir. Sementara si Alan pulang dan mengurung diri di kamar lantaran kesal. Setelah sekian lama berpikir di tepi sungai, akhirnya si Untung mendapat jawabannya. Koin yang ia dapat adalah koin resiko, sementara koin yang ditemukan si Alan adalah koin kekayaan, kesuksesan, kebahagiaan, dan harapan. Tapi si Alan tidak berani mengambil koin resiko karena terletak di tempat yang sulit. ”Ya. . . .mungkin dalam hidup ini kita tidak akan mendapatkan harapan, kekayaan, kesuksesan, dan kebahagiaan apabila kita tidak berani mengambil resiko” itulah yang si Untung pikirkan.
.............

”Dalam hidup ini kita tidak akan mendapatkan harapan, kekayaan, kesuksesan, dan kebahagiaan apabila kita tidak berani mengambil resiko”


Read More

Cerita Inspirasi ember dan pipa


Di sebuah pedesaan ada dua tetangga yang bersebelahan. Sebut saja si Rajin dan si Cerdas. Setiap harinya mereka harus mengambil air untuk keperluan sehari-hari sejauh beberapa kilometer.

Mereka selalu mengambil air itu bersama-sama. Namun suatu ketika si Rajin heran, Ia hanya mengambil air sendiri. Sementara si Cerdas tidak mengambil air. Begitu pun dengan beberapa hari berikutnya. Si Rajin berpikir kalau si  Cerdas ini sudah menjadi malas.

Si Rajin masih terus bekerja keras mengambil air. Suatu ketika si Rajin penasaran dan mendatangi rumah si Cerdas. Ia pun bertanya mengapa si Cerdas tidak mengambil air lagi? Si Cerdas pun menjawab kalau ia kini tak perlu mengambil air lagi. Lantas ia membuka keran di depan rumahnya dan keluarlah air.

Si Rajin tetap bekerja keras mengambil air. Ia merasa gengsi untuk meminta air pada si Cerdas. Rupanya beberapa hari belakangan ini si Cerdas tak terlihat mengambil air karena ia sedang membuat instalasi pipa dari sumber air sampai ke rumahnya.

Nah, dari cerita di atas kita bisa memetik pelajaran. Bekerja keras itu penting. Tapi bekerja cerdas lebih penting dari pada itu. Banyak orang yang setiap hari bekerja keras namun produktifitasnya tidak berubah. Kita seharusnya bisa bekerja lebih cerdas dengan membangun sistem. Karena itulah para pengusaha bisa menjadi kaya.


Read More

Selasa, 07 Januari 2014

Merugikan Perusahaan Jutaan dollar, Namun tidak dipecat

Menyelesaikan masalah tidak harus selalu dengan emosi. Justru dengan menggunakan emosi masalah itu semakin rumit bukannya selesai. Setidaknya hal itu yang dilakukan oleh pendiri IBM Tom Watson.

Suatu ketika di perusahaan komputer tersebut ada salah seorang karyawan yang melakukan kesalahan. Tak main-main, kesalahan tersebut membuat perusahaan merugi jutaan dollar.

Kemudian Tom Watson sebagai bos memanggil karyawannya tersebut. Si karyawan tentu merasa amat bersalah sekali dan merasa ia bakal dipecat. Ia pun berkata pada bosnya, "Pak, bapak pasti mau memecat saya."

Namun apa jawaban Tom Watson? Ia justru malah menjawab, "Hahaha, kamu becanda. Saya sudah mengeluarkan uang jutaan dollar untuk mendidik kamu, mana mungkin saya memecat kamu," ucapnya seolah enteng.

Bagi sebagian besar orang mungkin menilai sikap Tom Watson ini gila. Namun faktanya karyawan yang tadinya melakukan kesalahan justru karirnya semakin berkembang dan semakin baik dalam pekerjaannya. Tom menganggap bahwa kesalahan yang dilakukan oleh karyawannya sebagai suatu pelajaran, dan ia berhasil.

Coba bayangkan, jika Tom memecat karyawan itu. Mungkin kerugian jutaan dollar tak ada manfaatnya. Karena begitu posisi si karyawan digantikan oleh yang lain pun bisa saja melakukan kesalahan. Sementara karyawan yang tadi telah belajar dari kesalahan itu.


Read More

Senin, 06 Januari 2014

Cerita inspirasi tentang ular yang tak punya tangan dan kaki

Dahulu sebenarnya ular punya tangan dan kaki seperti manusia. Ia pun bisa berjalan seperti biasa. Namun karena tubuhnya yang kurus, ia merasa dirinya lemah sehingga ia pun sering sekali diinjak–injak.

Saat itu ia disiksa, dijebloskan ke dalam penjara, diinjak–injak. Namun ia masih tak berani untuk melawan. Sampai suatu ketika tangan dan kakinya dipotong sehingga ia tak mempunyai lagi tangan dan kaki. Pada saat itulah si ular baru merasa kalau ia tak bisa berdiam diri. Ia harus bertindak dan percaya bahwa dirinya bukanlah diri yang lemah. Ia bertekad untuk menjadi hewan yang kuat dan ditakuti walaupun tak memiliki tangan dan kaki. Hewan lain pun kini takut akan bisanya yang mematikan. Dan ular sampai sekarang telah menjadi hewan yang kuat.

Setiap orang punya kekurangan. Jangan sampai kita menjadi lemah karena kekurangan itu. Justru harus seperti kisah ular tadi. Karena memiliki kekurangan maka ia semakin meyakinkan diri bahwa dirinya memiliki kelebihan.
Read More

Kamis, 26 Desember 2013

Kisah Selamat dari Tsunami Aceh


Saat ini 26 Desember, mengingatkan kita pada peristiwa tragis di tahun 2004 silam. Saat itu ombak besar yang bernama tsunami menghantam Aceh dan sekitarnya. Puluhan ribu orang tewas dan hilang. Itulah bencana terbesar yang pernah menimpa Indonesia. Tapi dibalik itu, selalu ada keajaiban yang bisa kita jadikan pelajaran. Jika kita lihat bagaimana hancurnya daratan diterjang tsunami namun ada masjid-masjid yang berdiri kokoh pada tempatnya. Selain itu, ada pula kisah-kisah orang-orang yang diberi petunjuk dan diselamatkan Allah dari bencana besar tersebut. Seperti yang akan dituturkan di bawah ini.

Seperti biasanya di Aceh, minggu pagi itu Ali sibuk menyiapkan peralatannya melaut. Profesi yang sudah lama ia geluti. Hari itu, terlihat tidak ada yang aneh. Semuanya nampak seperti biasa.

Tapi perasaan Ali mulai cemas, ketika gempa dahsyat terjadi pukul 8.00 pagi. Belum pernah dalam hidupnya merasakan gempa yang begitu hebat. Bersama istrinya dia lari keluar rumah. Kemudian, pria itu berjalan menuju pantai yang berjarak 100 meter dari rumahnya, sambil melihat keadaan. Seketika dia mengernyitkan keningnya melihat puluhan penduduk yang tampak kegirangan melihat air laut surut. Mereka berlomba mengambil ikan-ikan yang menggelepar di pantai dengan begitu mudahnya.

Entah kenapa, Ali tidak tertarik untuk mengambil ikan yang berserakan itu. Padahal ia adalah nelayan yang kesehariannya mencari ikan.  Ada kegalauan yang menyelimuti benaknya.

Saat itu dia bertemu dengan temannya, Yunus, Tengku Abdul Laserih (ulama) dan beberapa warga.
 Ali bertanya tentang apa yang terjadi pada Tengku Abdul Laserih yang merupakan ulama
 “Dalam kitab-kitab agama tertulis bahwa dunia ini diciptakan pada hari Minggu,” jawab Tengku Abdul Laserih.
“Lalu apa kaitannya dengan gempa dan surutnya air laut?” Ali bertanya kembali.
“Karena ini hari jadi dunia, mungkin saat ini Tuhan hendak membuat dunia yang baru dengan menghancurkan dunia yang kita tempati sekarang,” Jawabnya lagi. “Atau boleh jadi, ini sebagian tanda-tanda kiamat yang telah dekat.”
Ali masih ingat, saat itu Tengku mengajaknya ke musholla.
“Sebaiknya kita ke musholla saja. Mohon perlindungan Allah SWT,” ucap Tengku dengan nada berat.
Mereka melangkah menuju musholla. Tengku mengajak pula beberapa warga. Mereka bergegas menuju musholla.

Ketika langkahnya semakin dekat musholla, tiba-tiba pandangan mereka tertuju ke arah bukit yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri. Tetapi bukan bukit itu yang menjadi perhatian, melainkan 8 ekor sapi yang terlihat menaiki bukit dengan susah payah. Seolah ada sesuatu yang menakutkan di tanah lapang tempatnya merumput.

Tentu saja hewan bertubuh tambun itu kepayahan, ada diantaranya yang terguling, tetapi kemudian bangkit dan kembali menaiki bukit. Kejadian itu di saksikan Ali, Yunus, Tengku Abdul Laserih dan beberapa warga lainnya.  Melihat peristiwa yang tidak lazim itu, mereka saling berpandangan. Semuanya menangkap firasat yang kurang baik.

Pada saat kegamangan melanda, tiba-tiba Tengku berkata,
“Alangkah besar dan banyaknya hikmah yang terkandung dalam penciptaan hewan yang terkadang dihina dan diremehkan. Mungkin ini petunjuk Illahi melalui ciptaanNya,” katanya dengan mimik serius.
Lalu dia berkata lagi, “pergilah kalian ke bukit, ikuti hewan itu pergi. Mungkin ada peristiwa besar yang akan terjadi.”
“Sebaiknya Tengku ikut bersama kami,” kata seorang warga menimpali. Tengku Abdul Laserih menggelengkan kepalanya.
“Saya mau shalat dan zikir. Semoga kita semua khusnul khotimah,” jawab Tengku tersenyum.
Warga memeluk Tengku dengan air mata bercucuran. Sebagian ada yang mencium tangannya.

Mereka mengantar Tengku hingga masuk musholla. Beberapa orang yang tidak ingin meninggalkan gurunya itu menemaninya di musholla. Sementara yang lain berlari sekuat tenaga ke arah bukit. Mata mereka terus tertuju ke arah bukit sambil memperhatikan 8 ekor sapi yang berlarian mencapai tempat tertinggi.

Saat langkah mereka sudah mendekati bukit, tiba-tiba pendengaran mereka dikejutkan suara mendengung yang sangat keras. Kemudian mereka membalikkan wajah menghadap samudera. Pandangan mereka tertuju ke arah gumpalan hitam setinggi puluhan meter yang menggulung-gulung di tengah lautan. Saat itu mereka kaget dan baru meyadari memang ada bahaya yang luar biasa yang akan datang.

Ali dan warga lainnya mempercepat langkah menaiki bukit. Beberapa saat kemudian, tragedi itupun datang. Tsunami berkecepatan 900 km/jam bergerak mencapai dataran. Sayup-sayup Ali mendengar suara adzan yang menggema dari speaker musholla, tempat Tengku Abdul Laserih dan beberapa warga berada di dalamnya. Hanya sekejap suara itu di dengarnya. Detik berikutnya, air menyapu habis kawasan Lhok Nga.



Dari atas bukit, ada sekitar 100 orang yang menatap peristiwa itu dengan kepedihan yang sangat dalam, menyaksikan kampung halaman mereka tenggelam disapu ombak yang sangat tinggi.Mereka hanya bisa menangis, tanpa bisa berbuat apa-apa. Dan mereka tidak bisa membayangkannya, andaikata tidak melihat 8 ekor sapi yang berlarian menaiki bukit.

Meski selamat, Ali kehilangan seorang istri. Sedangkan Yunus kehilangan istri, 6 anak dan 7 cucu.
Siapakah yang memberi ilham kepada hewan-hewan yang digolongkan tidak berakal itu untuk menaiki bukit?

Tentu saja ini adalah petunjuk Allah SWT melalui mahlukNya, hingga mereka yang terancam bahaya dapat selamat dari bencana. Semoga kita pun diingatkan dengan cerita ini. Dan kita menjadi orang yang juga selalu diselamatkan dari segala marabahaya.

sumber cerita : http://rizalanakaceh.blogspot.com


Read More

Rabu, 25 Desember 2013

Ibarat Gajah yang diikat

 Kalau saya nanya gimana caranya masukin gajah ke dalam lemari? Apa jawaban anda? Mungkin jika anda sudah tau tebak-tebakan ini pasti mudah jawabnya. Tapi bagi yang belum tau akan berpikir nggak mungkin bisa masukin gajah ke dalam lemari.

Jawabannya tentu saja tinggal buka pintu lemari dan masukin gajahnya, sesimpel itu. Bagi yang nggak tau kenapa bingung? Karena dalam pikiran kita yang namanya gajah lebih besar dari lemari sehingga tidak mungkin memasukkan gajah ke dalam lemari. Padahal bisa jadi ukuran lemarinya lebih besar dari pada gajahnya, terserah pikiran kita.




Masih soal gajah, di suatu tempat ada seorang yang memelihara gajah. Gajah itu kakinya diikat dengan rantai pada sebuah tiang. Sehingga ketika memberontak dan ingin lari, si gajah tentu tak bisa, malah terasa sakit di kakinya. Si gajah itu terus diikat kakinya di tiang tersebut selama beberapa tahun.

Namun, setelah beberapa tahun berlalu, si pemilik melepaskan ikatan kaki si gajah. Apa yang terjadi? Pasti pikiran kita si gajah akan langsung lari. Tapi ternyata tidak, si gajah tetap di tempatnya dan tak berusaha untuk kabur.

Kenapa yah si gajah nggak berusaha untuk lari. Dia gak jauh beda sama cerita jangkrik di dalam gelas. Mungkin kita akan tertawa dan mengganggap si gajah amat bodoh. Tapi taukah kawan, kita pun tak jauh berbeda dengan si gajah.

Coba pikirikan, apa yang paling kita ingin capai dalam hidup ini. Mungkin anda ingin jadi pengusaha, jadi artis, jadi presenter, aktor, atau apapun. Tapi faktanya kita justru tak berusaha mengejar apa yang ingin kita capai. Kita merasa nggak mungkin, seolah-olah kita seperti gajah yang kakinya diikat tadi. Tapi faktnya tak ada yang menghalangi kita tuk mengejar impian yang kita mau.



Read More

Kamis, 19 Desember 2013

Cerita dibalik Foto Wallpaper Windows XP


Jika anda pernah menggunakan windows XP, pastinya anda ingat tentang sebuah wallpaper dengan pemandangan hamparan tanaman yang hijau di perbukitan dengan langit biru dan awan-awan. Ada cerita dibalik pemilihan gambar itu.

Seeorang Fotografer bernama Chuck O’Rear  suatu ketika melakukan perjalanan dari Napa, California, ke San Fransisco untuk mengunjungi kekasihnya. Ia adalah mantan fotografer majalah National Geographic. Di perjalanan tersebut ia melewati kebun anggur yang terhampar luas. Ia teretarik dengan pemandangan tersebut dan memotretnya dengan kamera yang ia bawa.

Pria yang bekerja selama 25 tahun untuk National Geographic ini begitu terkesima dengan perpaduan hamparan kebun anggur hijau dan langit biru California dengan arak-arakan awan putih.

Ia sebenarnya sudah lupa tentang foto yang diambilnya, hingga suatu saat mendapat telepon dari agen foto Corbis yang mengabarkan bahwa Microsoft ingin menginginkan foto aslinya. Sadarlah O’Rear bahwa sesuatu yang luar biasa telah terjadi.

Foto yang diambilnya disebut-sebut menjadi foto kedua dengan lisensi termahal yang dibeli Microsoft, dengan harga yang fantastis.

“Mungkin foto saya adalah salah satu foto paling dikenal di dunia. Kalau Anda pergi ke sebuah desa di Bangladesh atau bertanya pada seseorang di jalanan Cina, mereka pasti tahu itu foto apa,”
katanya.




Read More